Tulang Bawang (DELIKKASUS) Hal tersebut terkuak ketika beberapa awak media melakukan control sosial dan investigasi dengan adanya keluhan masyarakat terkait realisasi dana pencegahan penanganan Covid 19 yang diduga tidak sesuai dengan peruntukanya serta perundang undanganya. Senin (27/12/2021).
Salah satunya nampak dalam rumah isolasi mandiri, disitu tidak terlihat perlengkapan-perlengkapan yang sebagaimana mestinya, seperti APD (Alat Pelengkap Diri), dan perlengkapan-perlengkapan lainya.
Memang sepanjang 2020 dan 2021, pandemi covid-19 masih menghantui. Salah satu masa yang sulit dalam sejarah perjalanan bangsa. Ada yang kehilangan keluarga, menjadi pengangguran hingga hidup semakin miskin. Meski pun banyak pula masyarakat tetap gigih berjuang semata-mata demi bertahan di tengah pandemi.
Kegetiran hidup di masa ini, justru seharusnya menjadi momen tiap rakyat bersatu dan saling membantu. Sayangnya kesempatan ini justru masih saja dimanfaatkan pejabat publik untuk korupsi. Sudah seharusnya pengadilan berani menjatuhkan hukuman paling berat untuk mereka yang terbukti korupsi kala rakyat hidup susah akibat pandemi.
Dilansir dari CNN INDONESIA, Indonesia Corupption Watch ( ICW) menyatakan anggaraan dana desa yang paling rentan dikorupsi, pada semester I tahun 2021, pemerintah desa menjadi lembaga pelaku kasus korupsi terbesar. Peneliti ICW Lalola Easter menyebut pada periode tersebut tercatat ada 62 kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintah desa, lalu di ikuti pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dengan masing-masing 60 dan 17 kasus.
Angka yang enggan turun dari waktu kewaktu membuatnya mendesak pemerintah untuk mereformasi birokrasi guna mencegah korupsi.
“Dari sisi sektor, aktor yang paling banyak melalukan tindak pidana korupsi atau yang paling banyak ditetapkan sebagai tersangka disemester 1 tahun 2021 adalah aparat desa,” ujarnya pada webinar pemaparan tren penindakan kasus korupsi semester 1 2021. Minggu (12/9).
Sementara menurut ketua DPD PEKAT IB (Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu) Tulang Bawang , Junaidi Arsyad berkata; “Situasi darurat pandemi sudah dapat dipastikan menjadi kesempatan bagi para pejabat publik melancarkan aksi rasuah. Penyebabnya yakni, di masa darurat kebijakan penggunaan anggaran menjadi longgar. “Korupsi Bansos, korupsi dana penanganan pencegahan Covid 19 dan yang lainnya itu karena lemahnya pengawasan,” ucapnya.
Junaidy Arsyad juga menambahkan, “Kendati terdapat aparat pengawasan intern pemerintah yang diharapkan bisa melakukan kerja pengawasan, namun hal itu dianggap belum efektif. Jika ditelisik melalui sistem, sejatinya upaya menutup celah korupsi sudah dilakukan seperti pengadaan barang dan jasa. Pemerintah di berbagai level belum sepenuhnya melakukan transparansi terutama pengadaan barang dan jasa,” ujar dia.
Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mengatakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Ayat selanjutnya menyatakan bahwa pidana mati dapat dijatuhkan apabila tindak pidana korupsi tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu.
Jika terdapat pandangan bahwa pidana mati ini dipandang tidak efektif memberi efek jera bagi koruptor dan tidak berkorelasi dengan penurunan korupsi, kasus korupsi bansos dan Covid dianggap telah memenuhi unsur penerapan hukuman mati sebab dilakukan dalam kondisi bencana, merugikan keuangan negara, dan memperkaya pribadi.
Kami berharap kepada pihak penegak hukum serta instansi terkait, agar bisa menyelidiki masalah ini, agar bisa mengetahuinya lebih dalam lagi, apa sebenarnya yang terjadi di Kampung Rejosari Kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang.(*)